10
November merupakan Hari Paglawan Nasional. Para pejuang mengerahkan seluruh
kekuatannya demi tercapainya Kemerdekaan. Banyak hal yang perlu dikorbankan.
Waktu, keluarga, pekerjaan dan lain sebagaimya.
Kini 67
tahun Indonesia merdeka. kita sudah MERDEKA. kita tak perlu lagi merobek
bendera Belanda yang Merah Putih Biru menjadi Merah Putih. Atau membalik
bendera Polandia yang warnanya Putih Merah.
Indonesia
memang sudah merdeka dari penjajahan Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda dan
Jepang. Tapi bagaimana dengan pendidikan? kalau menurut saya, pendidikan di
Indonesia sedang dijajah. Oleh siapa? Oleh Globalisasi. Gak cuma dua atau tiga
negara saja yang menjajah lewat globalisasi, tapi seluruh dunia.
Kalau
dipikir-pikir lagi kondisi ini sangat miri dengan kondisi Indonesia saat
dijajah dulu hanya saja kini penjajahannya lebih mengakar. Dan kalau ini terus
dibiarkan, dampaknya akan lebih parah daripada penjajahan yang dulu.
Jika
saya analogikan pendidikan dengan penjajahan dulu. Indonesia mempunyai guru
sebagai pasukan. Infrastruktur sebagai senjata dan Kurikulum sebagai strategi.
Memang analogi yang saya buat agak memaksa. Tapi saya pikir itu tidak salah
juga. Mari kita liat, analogi yang saya buat merupakan sebuah sistem yang jika
semua unsur terpenuhi dengan baik, maka akan tercapailah tujuan yang ingin
dicapai.
Saat
ini, Infrastruktur pendidikan yang dimiliki Indonesia seperti Bambu Runcing.
Artinya masih sangat sulit untuk mengahadapi penjajahan yang dilakukan oleh
globalisasi. Globalisasi sudah menggunakan senjata api. Dari hal ini dapat kita
simpulkan bahwa infrastruktur pendidikan di Indonesia masih sangat perlu untuk
di benahi. Khususnya di daerah terisolasi.
Kemudian kurikulum yang kita gunakan untuk menjadi strategi peperangan pun masih sangat
mudah untuk diadu domba. Artinya kurikulum pendidikan di Indonesia tidak
konstan. Terlalu sering diganti. Katanya harus menyesuaikan jaman? memang benar
tapi harus melihat kondisi masyarakat dulu. Objek pendidikan yang belum mahir
menguasai kurikulum A, harus ganti dengan kurikulum B. Sama seperti, baru tahu
caranya memanjat gunung, sudah disuruh menyebrang sungai.
Yang
paling penting sekarang. Pasukan yang sekarang adalah guru. Dengan senjata
bambu runcing pun, strategi yang mudah di acak-acak pun, mereka tetap tegar
dalam membela negaranya. Apa bedanya sama guru? dengan infrastruktur yang minim
dan kurikulum yang ribet pun, mereka tetap senantiasa menjalankan kewajibannya
dalam berjuang mendidik para calon Pemimpin Masa Depan tanpa pamrih.
Tapi
amat disayangkan jika ketulusan para pasukan pendidikan kita hanya dibiarkan
mendidik putra-putri bangsa dengan ala kadarnya. Para pasukan pendidik harus
dilatih dalam menghadapi medan perang yang berubah. Agar misi untuk
memerdekakan pendidikan dapat tercapai. Memang sangat susah. Dan butuh
pengorbanan yang besar. Para pasukan pendidikan yang dulu sudah sangat susah
untuk diajak bertempur. Indonesia memerlukan pasukan dari generasi baru yang
mempunyai strategi bagus. Tetapi mengganti pasukan lama sangatlah sulit karena
mereka terlalu banyak.jadi harus dilakukan secara perlahan-lahan.
Ketiga
elemen terpenting dari peperangan sudahsaya jelaskan. Dan armada Indonesia
masih terlihat sangat lemah. Maka dari itu bantuan dari pihak-pihak yang
mendukung pendidikan untuk ikut serta dalam menangani masalah yang sedang
dihadapi oleh bangsa tercinta ini. Saat ini sudah Banyak organisasi yang sudah
mengikutsertakan dirinya dalam pendidikan Indonesia. Mereka menginginkan
perubahan yang nyata agar Indonesia mampu merdeka dari penjajahan pendidikan.
Organisasi inilah yang menjadi persenjataan baru bagi pendidikan Indonesia.
Saya
berhar`p agar pemberi persenjataan ini tidak pernah merasa lelah dalam mendukung
pendidikan Indonesia. Sehingga Indonesia bisa menjadi lebih baik yaitu dengan
memerdekakan pendidikan di Indonesia terlebih dahulu.
0 komentar:
Posting Komentar